BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Didalam agama Hindu,ada salah satu ajaran penyelaras
hubungan kita dengan Tuhan,manusia,dan lingkungan. Yaitu ajaran atau konsep
yang kita kenal dengan dengan nama Tri Hita Karana.
Seperti yang telah diketahui bahwa ajaran Tri Hita
Karana, mengajarkan bagaimana kita sebagai manusia untuk menjalin hubungan yang
selaras baik dengan Tuhan,manusia,dan
maupun sekitar lingkungan kita. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman dan
teknoligi, kita sebagai manusia pelan-pelan,dan sekit demi sedik melupakan
tentang ajaran atau konsep Tri Hita Karana. Ini terbukti dari sifat dan tingkah
laku kita sabagai manusia, yang semakin jauh dari Tuhan, yang sering
menghujat,bertengkar dan berkelahi dengan sesame kita, dan kita sebagai manusia
juga mengacuhkan dan bahkan tak memperdulikan lingkungan sekitar kita.
Maka dari itu, marilah kita sebagai manusia makhluk yang
tertinggi, yang mempunyai rasa dan pikiran. Untuk selalu menjaga keselarasan
hubungan, baik dengan Tuhan, antar manusia dan dengan lingkungan sekitar kita.
Agar ajaran atau konsep Tri Hita Karana tidak sekdar menjadi ajaran diatas
buku, yang hanya sekedar kita baca tanpa tau arti dan makna ajaran tersebut.
Tujuan
dan Manfaat
Tujuan
-agar
menyadari tenteng makna dan arti ajaran Tri Hita Karana.
-mau
menjalankan dan melaksanakan ajaran Tri Hita Karana.
-terjalinnya
hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, sesama dan lingkungannya
sendiri,dan.
-menanamkan
ajaran Tri Hita Karana didalam lubuk hati yang terdalam, demi tercapainya
keselarasan hubungan kita.
Manfaat.
- sebagai landasan untuk terciptanya
rasa hidup yang nyaman,tenteram,dan damai.
-menjalin hubungan yang harmonis didalam bermasyarakat.
- dapat melestarikan keaneka ragaman
budaya dan lingkungan di tengah hantaman globalisasi dan homogenisasi.
- Membudayakan
Tri Hita Karana akan dapat memupus pandangan yang mendorong konsumerisme,
pertikaian dan gejolak.dan,
- Dengan
menerapkan falsafah tersebut diharapkan dapat menggantikan pandangan hidup
modern yang lebih mengedepankan individualisme dan materialisme.
BAB
II
TELAAH PUSTAKA
Pada saat manusia menganggap dirinya makhluk yang paling
jaya, ketergantungannya yang mutlak terhadap alam mulai nampak. Ia tidak lagi
seenaknya memperkosa alam. Dalam hal ini manusia sedang berada persimpangan
jalan antara yang menuju kehancuran dan yang menuju kelestarian. Sejak jaman
dahulu kala manusia telah secara intuitif merasakan bahwa dirinya adalah
sebagai alam kecil (mikrokosmos),
merupakan bagian dan bersatu dengan keseluruhan alam semesta (makrokosmos). Secara modern dan ilmiah
diakui bahwa teori evolusi, adalah suatu proses yang alami dan tidak
terhindarkan, sehingga seharusnya sekarang ini dapat memberikan dasar yang kuat
pada manusia, untuk membangkitkan kembeli ikatan batin yang erat antara manusia
dengan alam semesta.
Sehubungan dengan itu manusia telah mengenal konsep
kebenaran tentang hubungan antran mikrokosmos dengan makrokosmos dalam bentuk
yang sederhana, namun mempunyai nilai
filosofis yang tinggi, yang pernah dipikirkan manusia, yang disebut Tri
Hita Karana. Tri Hita Karana adalah konsep tentang tiga penyebab yang
memberikan kebahagiaan yaitu hubungan harmonis manusia dengan Tuhan, hubungan
harmonis manusia dengan sesamanya, dan hubungan harmonis manusia dengan alam
lingkungannya. Konsep Tri Hita Karana pada dasarnya memberikan bimbingan pada
manusia sebagai bhwana alit, agar memelihara kelestarian alam bhwana agung sehingga terujud jagaditha
(kedamaian dunia).
Tri Hita Karana merupakan produk nilai kearifan local
yang telah bersemayam dalam kalbu nenek moyang kita, di awal peradaban Jawa
baik pada jaman Mataram Hindu, Kediri,
Singosari, Majapahit
hingga Mataram Islam dibawah Pangeran Mangkubumi di kasultanan Ngayogjakarta
Hadiningrat. Ketika Majapahit
mencapai senja kalaning kedhaton kala sirna hilang kerthaning bumi, sebangian
penganut Hindu bermigrasi ke Pulau Dewata Bali dan menjadi penduduk mayoritas
di sana. Begitupun konsep Tri Hita Karana kemudian terpelihara lestari di
berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali dewasa ini.
Secara sekilas kata Tri Hita Karana terdiri dari kata Tri yang artinya tiga, Hita yang artinya sejahtera/bahagia, dan Karana artinya penyebeb. Ketiga
penyebab kesejahteraan/kebahagiaan itu terdiri dari:
1. Parahyangan
Parahyangan adalah merupakan kiblat
setiap manusia (baca : Hindu) untuk mendekatkan dirinya kepada Sang Pencipta ( sangkan
paraning dumadi ) yang dikonkretisasikan dalam bentuk tempat suci.
2. Pawongan,
pawongan merupakan pengejawantahan
dari sebuah pengakuan yang tulus dari manusia itu sendiri, bahwa manusia tak
dapat hidup menyendiri tanpa bersama-sama dengan manusia lainnya (sebagai
makhluk sosial).
3. Palemahan
palemahan adalah merupakan
bentuk kesadaran manusia bahwa manusia hidup dan berkembang di alam, bahkan
merupakan bagian dari alam itu sendiri.
akan
membangun keseimbangan hidup karena memiliki sifat yang universal. Pada
kenyataannya manusia sebagai pemegang kunci keberhasilan Tri Hita Karana, tetapi
akhir-akhir ini ada kecenderungan pergeseran pola pikir dan perilaku manusia.
Dampak
terbesar dari fenomena ini adalah kerusakan lingkungan yang semakin parah.
Eksploitasi alam berimbas kepada terganggunya keharmonisan lingkungan.
Berangkat dari esensi Tri Hita Karana dan dampak kontradiksi
yang menyebabkan terganggunya ketidakseimbangan lingkungan mendorong lahirnya
ide-ide untuk mewujudkannya ke dalam karya seni. Hal ini sekiranya dapat
memberikan sumbangsih pemikiran tentang konsep Tri Hita Karana dan
dampak kontradiksi pelaksanaannya melalui karya seni dan instalasi. Konsep Tri
Hita Karana memberikan banyak ruang untuk ditransformasikan ke
dalam bahasa visual.
Dan
agar menerapkan Tri Hita Karana secara mantap, kreatif dan dinamis supaya terwujudlah
kehidupan harmonis yang meliputi pembangunan manusia seutuhnya yang astiti
bakti terhadap Sanghyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, cinta kepada
kelestarian lingkungan serta rukun dan damai dengan sesamanya.
ANALISIS
Dan SINTESIS
ANALISIS
Berbicara mengenai konsep Tri Hita Karana, utamanya zaman sekarang, berarti berbicara mengenai relevansi. Tri Hita Karana memang
merupakan sebuah konsep yang luhur yang diteruskan oleh leluhur kita di masa lalu,
untuk membangun masyarakat sejahtera dalam
kehidupan sekala maupun niskala.
Namun zaman sekarang,
konsepTri Hita Karana telah menyimpang dari segi pelaksanaannya. Kita semua
mengetahui kosep yang berpedoman
kepada keharmonisan manusia dengan alam, sesama, dan Tuhan itu, namun dewasa ini, masyarakat sepertinya baru
mengenal hanya sebatas teori saja.Bagaimana penerapannya? Katakanlah belum sempurna. Jangankan peraturan tidak membuang sampah ke sungai sebagai wujud keharmonisan
manusia dengan alamnya,dalam mengadakan
upacara yadnya pun kita sering bertengkar.“
Konsep
Trihitakarana dewasa ini hanya banyak diwacanakan tetapi tidak dilaksanakan
sungguh-sungguh, baik oleh Pemerintah maupun oleh penduduk.Konsep ini sudah
terbukti membawa kesejahteraan di masa lampau, namun lama-kelamaan dilanggar
karena tidak ada suatu lembaga atau otoritas yang mengawasi pelaksanaannya.
Jadi selama ini
Tri Hita Karana hanya berupa anjuran atau filosofi agama yang dikagumi tetapi
tidak dihayati sehingga tidak tercermin dalam perilaku penduduk sehari-hari.
SINTESIS
Konsepsi
Tri Hita Karana yang menjadi dasar dari pembentukan masyarakat Bali, mengacu
pada pelaksanaan adat dan tujuan dari kehidupan beragama bagi masyarakat Bali,
dan merupakan ciri dari kehidupan masyarakat dalam kesatuan adat . Konsepsi ini
memberi penekanan pada terwujudnya nilai dan azas keseimbangan dalam kehidupan,
untuk mencapai tujuan agama, terciptanya kedamaian, dan tercapainya
kesejahteraan hidup bagi umat manusia. Hakekat dasar dari konsepsi ini adalah kesadaran
manusia untuk mewujudkan azas keseimbangan dalam kehidupannya, dengan wujud
pola-pola hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan-nya, dengan alam
lingkungannya dan dengan sesamanya. Tiga wujud pola hubungan yang disebut
dengan Parhyangan, Palemahan, Pawongan; adalah manifestasi dari
kehidupan dunia
dengan segala isinya yang dibedakan antara Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit.
Dengan berlandaskan pada tujuan kehidupan beragama, yaitu menyatunya Atman
dengan Paramaatman, dalam suatu bentuk penciptaan hubungan yang serasi dengan
nilai keseimbangan dari hubungan antar ketiga unsur tersebut pada kehidupan.
Seperti
dalam wadah desa pakraman, kahyangan tiga, yaitu Pura Desa sebagai tempat
pemujaan Bhatara Brahma, Pura Puseh sebagai tempat pemujaan Bhatara Wisnu, dan
Pura Dalem sebagai tempat pemujaan Bhatara Siwa, adalah parhyangan yang
merupakan jiwa dari warga desa pakraman. Segenap warga desa pakraman adalah
pawongan dan batas-batas wilayah desa pakraman dengan keseluruhan bangunan dan
alam yang tumbuh adalah palemahan. Pemujaan kahyangan tiga dilandasi penguatan
ajaran Tri Kona dan Tri Guna mengarahkan warga
desa
pakraman untuk selalu aktif kreatif sekala-niskala mengembangkan
gagasan-gagasan, melakukan program aksi yang bermanfaat bagi kebahagiaan warga
desa pakraman (jana hita-jagat hita), membangun alam lestari (butha hita). Desa
pakraman memberikan penguatan identitas jati diri.
BAB III
Kesimpulan
Jadi konsep Tri Hita Karana adalah
suatu konsep yang pleksibel yang mudah diterapkan, ini terbukti dari sejak
jaman Mataram Hindu, Kediri, Singosari, Majapahit hingga Mataram Islam dibawah
Pangeran Mangkubumi di kasultanan
Ngayogjakarta Hadiningrat, sampai
dengen sekarang konsep Tri Hita Karana masih bertahan.
Namun seiring berjalan nya waktu
juga, konsep Tri Hita Karana mulai memudar dan mulai tak dihiraukan lagi. Ini
terbukti dari semakin banyaknya pencemaran lingkungan, bentrok antar desa,dan
lain sebagainya.
Maka dari itu perlunya kita
menyadari tingkah laku kita, baik dalam keseharian maupun dalam lingkungan.
Untuk selalu ingat,paham dan selalu menerapkan ajaran Tri Hita Karana dalam
kehidupan ini. Agar konsep yang diwariskan oleh nenek moyang kita ini tidak
menghilang seiring berjalannya waktu.
Saran-saran
Marilah kita menerapkan ajaran atau
konsep Tri Hita Karana, yang telah turun temurun kita ketahui dan kita
pelajari. Agar tidak sekedar kita ketahui
dan kita pelajari dari buku, tanpa tau maknanya, artinya, dan bagaimana
penerepannya.
Dan budayakanlah Tri
Hita Karana agar dapat memupus pandangan yang mendorong konsumerisme,
pertikaian dan gejolak.
Untuk terciptanya rasa hidup yang nyaman,tenteram,dan damai.